PEMBELAJARAN KOOPERATIF

 

A.    Pengertian Pembelajaran Cooperative

Menurut Johnson dalam B. Santoso Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok. Sedangkan Nurhadi mengartikan Cooperative Learning sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interkasi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permasalahan.

Selanjutnya Davidson dan Kroll, sebagaimana yang dikutip oleh Hamdun, Cooperative Learning diartikan dengan kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan belajar sehingga siswa dalam kelompok kecil saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik.

Walhasil, Cooperative Learning   adalah metode pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Selain itu juga untuk memecahkan soal dalam memahami suatu konsep yang didasari rasa tanggung jawab dan berpandangan bahwa semua siswa memiliki tujuan sama. Aktivitas belajar siswa yang komunikatif dan interaktif, terjadi dalam kelompok-kelompok kecil.Oleh sebab itu, menurut Melvin L. Silberman, seperti yang dikutip oleh Sutrisno, mengatakan belajar merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa.

Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Siswa mempelajari gagasangagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Dengan mengunakan metode Cooperative Learning, pembelajaran akan efektif dan berjalan sesuai dengan fitrah peserta didik sebagai mahluk sosial yaitu mahluk yang tidak bisa berdiri sendiri, namun selalu membutuhkan kerjasama dengan orang lain untuk mempelajari gagasan, memecahkan masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Jelasnya belajar kooperatif tidak hanya bertujuan menanamkan siswa terhadap materi yang akan dipelajari namun lebih menekankan


B.     Fungsi Pembelajaran Kooperatif

    Menurut Roger dan David Johnson dalam Anita Lie, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai Cooperative Learning. Untuk memperoleh manfaat yang diharapkan dari implementasi pembelajaran kooperatif, Johnson dan Johnson menganjurkan lima unsur penting yang harus dibangun dalam aktivitas intruksional, mencakup:

a. Saling Ketergantungan Positif (Positif Interdependence)

b. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Interaction)

c. Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability)

d. Ketrampilan Sosial (Sosial skill), dan

e.   Evaluasi Proses Kelompok (Group debrieving).

a) Saling Ketergantungan Positif (Positif Interdependence)

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggata ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, maka setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain dapat berhasil.

b) Interaktif Tatap Muka (Face to Face Interaction)

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih kaya dari pada hasil pemikiran dari satu orang saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar dari pada jumlah hasil masing-masing anggota.

Dan kegiatan interaktif tatap muka ini juga akan berimplikasi pada kecerdasan interpersonal antar sesama anggota atau lawan tatap muka. Proses ini bisa dipresentasikan dengan kerja kelompok atau pembentukan kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran umum atau pendidikan agama Islam pada khususnya. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. (Thomas Amstrong: 2004, 121)

c) Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability)

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model Cooperative Learning setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam menyusun tugas. Dalam tekhnik Jigsaw,bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-masing Pembelajar mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian, pembelajar yang tidak melaksanakan tugasnya akan ketahui dengan jelas dan mudah. Rekanrekannya dalam satu kelompok dapat membantu dan memberikan dorongan untuk memahami dari materi serta akan menuntut untuk melaksanakan tugasnya agar tidak

menghambat yang lain.hal tersebut senada dengan perincian dari Imam dan Taqwa oleh Djamaluddin dan Abdullah Aly dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam”, yang salah satunya adalah memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Djamaluddin dan Abdulllah Aly: 1999, 41)

d) Ketrampilan Social (Social Skill)

Yang dimaksud dengan ketrampilan sosial adalah ketrampilan dalam berkomunikasi dalam kelompok.Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut.

e) Evaluasi Proses Kelompok (Group Debrieving)

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada belajar kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Hal ini akan memunculkan kecakapan personal (personal skill), yang mencakup kecakapan mengenai diri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking

skill). Kecakapan diri itu pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan

mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki,sekaligus menjadikannya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. (Tim Broad Based Education: tt, 10)


C.    Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran cooperative

Belajar kooperatif mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan belajar kooperati menurut Hill & Hill (1993: 1-6) adalah

(1) meningkatkan perestasi siswa,

(2) memperdalam pemahaman siswa,

(3) menyenangkan siswa,

(4) mengembangkan sikap kepemimpinan,

(5) menembangkan sikap positif siswa,

(6) mengembangkan sikap menghargai diri sendiri,

(7) membuat belajan secara inklusif,

(8) mengembangkan rasa saling memiliki, dan

(9) mengembangkan keterampilan untuk masa depan.

Selain mempunyai kelebihan, belajar kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan. Menurut Dess (1991: 411) beberapa kelemahan belajar kooperatif adalah :

(1) membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum,

(2) membutuhkan waktu yamg lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak mau menggunakan strategi kooperatif,

(3) membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau

 

D.    Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif

    Penerapan metode pembelajaran merupakan kunci untuk menarik minat siswa di dalam pembelajaran. Pembelajaran akan lebih menarik minat siswa jika metode dan media yang digunakan tidak membosankan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat siswa adalah metode pembelajaran kooperatif. Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terutama pada tingkat akademik siswa yang relatif lebih tinggi (Ji Meng: 2017). Penerapan metode kooperatif di dalam lingkungan kelas atau lingkungan laboratorium akan memberikan dampak positif dan akan membantu siswa menjadi orang yang percaya diri.

Peningkatan efisiensi diri juga akan menuntun siswa untuk menjadi orang-orang yang mengenal diri dan kemampuan mereka dan karenanya menjadi pemikir analitis di komunitas mereka (Yoruk: 2016). Penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada beberapa kesulitan, sebagian besar siswa melaporkan bahwa pembelajaran kooperatif menciptakan pengalaman tim yang mendukung yang membantu mereka untuk berkembang keterampilan diskusi dan lebih terlibat dengan konten Akuntansi (Farrel: 2008). Menurut Triyastuti, metode pembelajaran kooperatif learning dapat meningkatkan keaktifan siswa sebesar 14% s.d. 20% (2010). Hal ini disebabkan karena siswa memberikan tanggapan positif terhadap tugas yang diberikan oleh guru dalam pengelompokan atau pasangan diskusi aktif. Penelitian oleh Yolanda (2012) menunjukkan keaktifan siswa dengan implementasi model pembelajaran kooperatif terdapat peningkatan sebesar 16,22%. Pendekatan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang telah diterapakan akan lebih menarik minat jika didukung dengan adanya penggunaan media yang tepat. Penggunaan media yang tepat sangat diperlukan agar siswa merasa tertarik dan termotivasi untuk belajar (Wahyudin, dkk.: 2010). Media pembelajaran yang dirancang secara baik akan sangat membantu siswa dalam mencerna dan memahami materi pelajaran sehingga minat siswa bisa meningkat. Penggunaan media pembelajaran ekonomi dapat memperlancar proses pembelajaran dan mengoptimalkan hasil belajar, untuk itu sebagai pendidik seyogyanya mampu memilih dan mengembangkan media yang tepat agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efisien. (Ali Muhson: 2010). Imam Zaini (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa siswa di kelas yang menggunakan media digital dalam pembelajaran bisa mengalami peningkatan minat belajar yang bisa dilihat dari keaktifan siswa di dalam mengikuti pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran menurut Mukminan dalam Tejo Nurseto (2011) sebisa mungkin harus memenuhi prinsip VISUALS (Visible, Interesting, Simple, Useful, Accurate, Legitimate, Structured) dalam perencanaan sistematik. Lebih lanjut dalam penelitian Jens dan Regina (2017), media yang digunakan guru dalam pembelajaran dapat menguntungkan guru sekaligus siswa, guru akan lebih mudah dalam menjelaskan materi, sedangkan dengan media tersebut siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran akuntansi, guru dapat menerapkan metode pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media elektronik dalam proses pembelajaran. Minat siswa akan meningkat jika penerapan metode kooperatif dan media elektronik yang digunakan secara bersamaan dipersiapkan oleh guru dengan lebih tepat dan terstruktur. Penggunaan media elektronik harus dikontrol oleh guru agar bisa berfokus pada pembelajaran dan materi yang diajarkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUNAN KALIJAGA

ALASAN MUSTAHIL MANUSIA HIDUP DI PLANET MARS